Ramadhan mengenaskan di tahun 2013

Sejak jadi mahasiswa di negara orang, saya baru menyadari kalau paling enak itu di negara sendiri. Saya suka salut sama orang-orang Indonesia yang mengaku lebih betah di negara orang. Serius.

Apalagi kalau bulan ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, paling enak ya bersama keluarga di negara kita yang keren ini meskipun korupsinya sedang ngetren.

Saat bulan Ramadhan, kebetulan posisi saya di Philipina. Selama Ramadhan di bulan July 2013 yang panasnya ajubile itu, saya dan teman-teman APS kudu kuliah di Ateneo dari pagi jam 9 hingga jam 9 malam. Buka puasa? Ya di dalam kelas dong. Kata yang paling tepat untuk ramadhan saat itu adalah mengenaskan hehehehe…

Kebetulan saya barengan dengan Puri, mahasiswa Indonesia yang juga giat puasa. Kami sahur bersama dengan dua menu yang selalu sama dan konsisten: capcay (belinya di warung makan dekat kos sepulang kuliah), telur tim, dan nasi panas. Minumnya milk tea hangat.

Menu yang sama itu bukan karena kami malas masak atau tidak bisa masak, bukan sodara-sodara, tapi karena flat kami tidak dilengkapi dapur. Dengan bermodalkan rice cooker kami kudu kreatif, dan hasilnya (juga berkat masukan dari suami saya Emilio) jadilah telur tim itu J lumayanlah, tidak terlalu mengecewakan

Biasanya Puri datang ke kamar untuk sahur bareng. Kami akan  bubar setelah imsak. Balik ke kamar sempit kami masing-masing.

Meskipun puasa, kami tetap beraktifitas seperti yang lain, kuliah pagi, siang dan sore.

Sebelum masuk kelas untuk kuliah sore, saya dan Puri biasanya membekali diri dengan hamburger yang dijual di Ateneo. Ini menu buka puasa yang juga konsisten alias jarang berubah hehehehe. Puri akan memesan hamburger yang vegetarian dengan terong, sementara saya sudah pasti yang isinya daging ayam.

Kuliah sore dimulai jam 5 dengan mata kuliah selang seling setiap hari; comparative politics dan International relations. Ketika duduk di kelas untuk kuliah sore kayaknya tenaga kami sudah habis. Melek aja sudah tidak sanggup apalagi mendengarkan system pemerintahan Amerika atau soal non state actors.

Saat menjelang buka puasa tiba, biasanya saya dan Puri suka lirik-lirikan dan member isyarat. Kemudian kami membuka bekal masing-masing dan makan di depan dosen yang sedang menjelaskan  soal perang nuklir dengan semangat berkobar-kobar J

Salah satu visiting professor yang mengajarkan International relations berasal dari spanyol, dan dia sering sekali memergoki saya dan Puri makan. Pernah sekali dia mengomentari pendapat saya sebelumnya tepat pada saat saya mengunyah. Nyaris saya keselek. Untung si professor ganteng  yang masih jones (jomblo ngenes) itu bilang “its ok, its time for dinner,” katanya. Hihihi…

Mungkin si professor itu heran kok kami selalu makan dengan kompak di jam yang sama.  Saya yakin 100 persen dia pasti tidak tahu kalau ini lagi bulan puasa. Tapi di hati saya yang paling dalam kayaknya makan di depan professor benar-benar tidak sopan, apalagi tidak menawarkan makanan… 😀

Yang membuat saya sedikit terharu, beberapa teman APS yang sebelumnya keheranan karena kami puasa ternyata berminat ikutan. Sebelumnya mereka berpikir kalau tidak makan dan minum itu pasti endingnya sakit, dehidrasi atau mati. Belakangan ketika mereka melihat saya dan Puri fine-fine saja, mereka ingin mencoba ikut serta.

Satu anak Jepang yaitu Yasutaka malah mencoba langsung tiga hari, sementara anak Vietnam dan Myanmar masing-masing mencoba satu hari. Endingnya si Yasutaka mengaku kalau “hari pertama sih lemes, tapi setelah itu saya kayaknya terbiasa,” katanya.

Sementara anak Vietnam dan Myanmar kayaknya pada kapok hehehe….

Yang pasti kami merayakan hari Idul Fitri dengan sendu. Kami terpaksa tidak shalat Ied karena tidak tahu dimana lokasi mesjid terdekat. Selama ini saya melakukan shalat terawih juga sendirian sepulang kampus.

Yang lebih sendu lagi, kami ujian comparative politics dengan presentasi di depan kelas. Dan kelas berakhir di restoran pizza perpisahan dengan para professor. Nah Loh…

Meskipun hari Idul Fitri berlalu tanpa kesan dan cenderung mengenaskan, saya merasa kehadiran teman-teman dari enam negara lumayan menghibur. Saya merasa masih beruntung dibanding muslim lain yang mungkin saat ini sedang dalam kondisi perang, bencana alam, atau kesulitan ekonomi. Dibandingkan mereka, yang saya hadapi bukan apa-apa.

Sesaat saya lupa kalau saya jauh dari keluarga…

Boh Itek ngon U (Dedah boh itek) —Telur Kelapa Goreng

Ini makanan murah meriah dan paling gampang dibuat. Selain itu rasanya juga nikmeh dengan nasi panas. Menu ini sering saya temukan di rumah orang yang baru meninggal di kawasan Pidie dan sekitarnya. Biasanya setelah penguburan, pelayat makan dengan Boh itek ngon u  dan kuah Leumak.

Kami sekeluarga suka dengan menu ini karena rasanya otentik tapi bisa mengundang selera makan. Begini cara membuatnya:

Image

BAHAN:

  • Dua butir telur bebek,
  • Kelapa parut seperempat butir
  • Bubuk Kunyit sedikit (untuk memperindah warna)
  • Garam secukupnya
  • Penyedap rasa kalau suka
  • Dua lembar daun Jeruk diiris tipis
  • Sepotong Serai, –bagian putihnya diiris tipis
  • Minyak untuk mengoreng

BUMBU YANG DIHALUSKAN:

  1. Lada sesuai selera
  2. Bawang merah 3 siung
  3. Asam sunti 2 buah
  4. Cabai rawit –sesuai selera
  5. Ketumbar setengah sendok kecil

CARA MEMBUAT

  • Kocok telur bebek, masukkan semua bahan dan usahakan bisa dibentuk alias tidak terlalu encer atau keras (bisa dipastikan dengan jumlah kelapa parut yang dimasukkan)
  • Bentuk bahan menjadi bulatan
  • Panaskan minyak, goreng bulatan-bulatan kelapa hingga coklat keemasan
  • Angkat
  • Sajikan dengan nasi panas

UPEACE, Mahasiswa dan Kehidupannya…

Wahhh…. Setelah punya waktu luang, baru deh saya mampu untuk aktif di blog ini lagi. Padahal sudah lumayan lama juga absen.. eniwey, bagi saya tetap belum terlambat memperkenalkan kampus United Nations Mandated University for Peace atau UPEACE, yang sudah menjelang lima bulan ini memberikan ilmu ke saya.

Image

Photo: Penampakan universitas dari gerbang

 

Meskipun tidak terkenal sebagaimana kampus-kampus di belahan bumi lainnya, (Juga tidak terkenal di Indonesia karena baru 20 orang Indonesia yang lulusan UPEACE) saya merasa kampus ini cocok buat mereka yang ingin tahu soal konflik dan peace studies, juga tata kerja organisasi setingkat United Nations ato PBB dalam mengurus konflik di belahan dunia

Image

Photo: Tiga mahasiswa indonesia tahun 2013-2014 ki-ka Puri (International Law and Human Rights), Nani (International Peace Studies) dan June (Government security and environment)

 

Setelah tiba di kampus ini Agustus 14 2013 yang lalu, saya menemukan beberapa fakta menarik soal mahasiswa, kehidupan kampus, dosen dan juga bagaimana kita harus bertahan hidup di Costa Rica.

Siapa tahu tulisan ini berguna buat mereka yang kebetulan akan menempuh pendidikan di sini.

  • Tahun 2013 ini jumlah mahasiswa UPEACE sekitar 120 an dan berasal dari 40 negara dengan berbagai macam backgrounds. Semua akan belajar selama Agustus 2013- May 2014, dan wisuda dilakukan di dua Negara: Philipina dan Costa Rica. —NOTE: sebanyak 30 mahasiswa UPEACE adalah pemegang beasiswa Asia Leadership Program (ALP) dari Nippon Foundation dan mereka kuliah di dua kampus; UPEACE dan Ateneo University
  • Dosen kampus ini selain dosen tetap UPEACE juga visiting professor dari beberapa belahan dunia yang sudah sangat ekspert di bidangnya. Misalnya salah satu dosen saya untuk mata kuliah Media and Communication in conflict prevention adalah professor Alvaro Sierra, asal kolombia yang sudah 25 tahun malang melintang sebagai wartawan di Colombia, Cina, Rusia, dan beberapa Negara Asia dan menguasai lebih dari 3 bahasa. Ada juga ahli gender Prof Nadine yang juga bekerja di UNDPKO atau Departemen peace keeping operationnya PBB.

Image

Photo: Department peace and conflict studies…

 

  • Bahasa pengantar di kampus adalah bahasa inggris, tapi bahasa di Costa Rica adalah Bahasa Spanyol. Jadi lebih baik diusahakan mengerti sedikit2 bahasa ini daripada kebingungan hehehe…minimal ucapan dasar seperti selamat pagi, halo, apa kabar, ini berapa, terima kasih, maaf dll… Sampai sekarang saya tidak habis pikir kok masyarakat sama sekali tidak bisa bahasa Inggris.
  • Meskipun kuliah di UPEACE lumayan santai karena hanya pada pagi hari jam 9 a.m sampai jam 12. p.m  tapi jangan senang dulu. Para professor biasanya memberikan bahan bacaan yang luar biasa banyaknya hingga sampai 150 halaman untuk kuliah keesokan harinya. Tugas membaca bukan tugas satu-satunya karena biasanya ada tugas tambahan seperti beberapa buah paper, tugas presentasi kelompok, bahkan kadang-kadang quiz. Tergantung mood sang dosen.
  • Bicara soal tugas kelompok, mungkin ini tren di UPEACE. Sejak pertama di wawancara masuk ke kampus, saya sudah ditanya apa bisa bekerja dalam tim. Jadi buat yang biasa bekerja sebagai single fighter yah boleh siap-siap menyesuaikan diri karena kerja tim itu tidaklah mudah. Semua harus bisa membawa diri dan tidak boleh egois. Hihihi… ini tantangan luar biasa menurut saya karena kita bekerja sama dengan oprang-orang yang berasal dari Negara lain yang beda sikap, tingkah laku dan sifanya.
  • Pada masa saya jumlah mahasiswa perempuannya lebih banyak ketimbang laki-laki. Tiga mahasiswa perempuan dibanding 1 mahasiswa laki-laki. Mereka kebanyakan tinggal di dua kawasan yaitu  El-Rodeo yaitu dekat dengan kampus UPEACE atau Ciudad Colon yaitu kota yang jaraknya sekitar 15 kilo dari kampus UPEACE  Untuk yang tinggal di Ciudad Colon biasanya disediakan bus dengan 4 jadwal berbeda. Bis terakhir biasanya meninggalkan kampus pukul 4.30 sore.

Image

Photo: Kawasan pebukitan di El Rodeo, kalau malam dari situ kita bisa menyaksikan cantiknya kota San Jose, ibukota Costa Rica

 

  • Ini informasi lumayan penting. Semua barang di Costa Rica itu MAHAL. Jadi siap-siap kaget. Harga secangkir kopi yang rasanya biasa-biasa saja itu 1700 colones atau sebangsa Rp 35 ribu. Mahasiswa disini (kebanyakan dari Asia) mengeluh soal harga yang luar biasa mahal, mungkin karena mata uangnya juga yaa J. Masak sendiri jadi alternative kalau mau menghemat. Kebetulan disini banyak sayuran dan kacang-kacangan, jadi buat yang vegetarian tidak perlu khawatir
  •  Mahasiswa UPEACE paling suka acara kumpul-kumpul. Ada aja alasan untuk bisa kumpul, mulai dari acara ultah, acara habis satu mata kuliah, acara perpisahan dengan dosen, acara hari inilah, acara hari itulah. Saya pernah mendapatkan 5 undangan acara kumpul-kumpul dalam satu hari! Belakangan saya tahu kenapa mereka hobinya ngumpul, rupanya mereka membawa makanan masing-masing dan tukeran makanan di pesta, jadi acara tidak membebani pihak penyelenggara… hihihi…

Image

 

Nah, itu beberapa informasi soal kehidupan di UPEACE siapa tahu berguna… sampai ketemu… 😀

Napak Tilas ke Universitas Jabal Gafur. Sigli Pidie

Ke Glee Gapui untuk nostalgia bareng suami Emilio. Bisa makan duren hutan, nongkrong di warung kopi mahasiswa, melihat kondisi kampus paska konflik ditemani dua dosen kampus Oktina Hafanti dan Rahmi Agustina.

Setelah perdamaian, ternyata belum banyak yang berubah. Di kampus yang lokasinya terpencil dan dipebukitan itu, saya menemukan masih banyak bagian gedung-gedung kampus yang dibakar saat konflik Aceh 1989-2005.Maklum lokasi kampus berada di “kawasan hitam” alias basis GAM.

Untuk mencapai ke kampus itu, saya dan emilio menghabiskan waktu 1 jam dengan motor, lewat jalan perkampungan yang penuh dengan kotoran lembu tapi berpemandangan super indah dengan hamparan sawah dan gunung seulawah. Kami sempat kesasar dua kali. Berangkat dari Desa Paloh, eh pulangnya nembus ke kawasan Beureunun… 😦

Yang membuat saya terharu, mahasiswanya tetap banyak dan bersemangat. Mereka tetap kuliah baik dengan mengandalkan motor maupun bis kampus. Menurut Tina dan Rahmi, banyak dari mahasiswa di kampus itu berasal dari keluarga golongan bawah di Pidie, tapi tetap punya keinginan belajar.

Kampus Jabal Gafur, tempat menuntut ilmu generasi masa depan Pidie untuk masa depan yang lebih baik…

Berikut beberapa foto, enjoy…..

Image

Gedung Rektor, Universitas Jabal Gafur Pidie

 

Image

Gedung Fakultas Ekonomi Universitas Jabal Gafur, jejeran motor di depan gedung tanda ada perkuliahan

 

Image

Gedung Utama berbentuk bulan sabit yang terbakardi masa konflik dan belum tersentuh perdamaian

 

Image

Sisa bangunan asrama mahasiswa Jabal Gafur yang masih menunggu renovasi setelah dibakar saat konflik

 

All photos by Nani Afrida